JIHAD MENGELOLA CITA-CITA
Jihad
(Arab جهاد) menurut syariat Islam adalah berjuang dengan sungguh-sungguh.
Jihad dilaksanakan untuk melaksanakan misi utama manusia yaitu menegakkan agama
Allah sesuai dengan cara yang telah ditetepkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Arti kata Jihad sering disalah pahami
oleh beberapa orang karena ketidaktahuannya terhadap prinsip-prinsip Islam
sebagai ‘perang suci’ (holy war); istilah untuk perang adalah qital,
bukan jihad.
Pada dasarnya, kata jihad berarti
“berjuang” atau “berusaha dengan keras”, bukan berarti harus “perang dalam
makna fisik”. Apabila jihad diartikan sebagai “perjuangan membela agama”, itu
berarti berjihad adalah perjuangan menegakkan syariat Islam. Sehingga berjihad
haruslah dilakukan setiap saat selama seorang muslim masih hidup.
Ada sebuah pepatah sunda “Cikaracak
ninggang batu, laun-laun jadi legok”. Pepatah yang sarat makna fiosofis ini
menyiratkan hakikat kekuatan usaha yang kukuh, sabar, ulet, pantang menyerah.
Dapat dibayangkan bagaimana mungkin tetesan air yang sedemikian lembut menimpa
batu keras hingga cekung. Butuh waktu berapa lama air itu bekerja untuk
memperoleh hasil besar seperti itu? Kita bisa renungkan betapa besar kesabaran
dan keteguhan sehingga dapat menghasilkan dampak dahsyat yang sulit
dibayangkan.
Pada kenyataannya memang banyak
karya besar yang lahir dari proses yang tak seberapa, namun di tempuh melalui
perjalanan yang panjang dan hasrat besar untuk mewujudkan suatu cita-cita.
Ketekunan itu sanggup mengalahkan hambatan yang dipandang mustahil sekalipun.
Tidak ada yang tidak mungkin apabila suatu keinginan diusahakan melalui proses,
sesederhana apapun.
Karya besar tidak selalu lahir dari fasilitas yang lengkap dan mewah. Karya
besar akan mengalir dari “mimpi” orang-orang yang memiliki pendirian dan tekun
dalam melakukan usaha untuk mewujudkan mimpi tersebut. Sejumlah ilmuwan,
negarawan, dan para pengusaha besar yang sukses selalu lahir dari kesungguhan
yang sarat usaha, bukan dari sekedar fasilitas yang mereka punya.
Rasulullah saw. telah berhasil
menunjukkan contoh sempurna (uswah hasanah) dalam mewujudkan cita-cita besar
untuk membangun masyarakat yang mendunia melalui karya-karya sederhana dengan
fasilitas seadanya. Keberhasilannya mewujudkan cita-cita besar itu dilalui dengan
kerja keras yang penuh dengan tantangan. Rasulullah berhasil mewujudkan
cita-cita sesuai dengan petunjuk Al-Quran. Ia memulainya dengan usaha
sederhana, meyakinkan kebenaran ajaran Islam dari orang per orang hingga
akhirnya dapat mewujudkan misi rahmatan lil ‘alamin.
Lalu misi itu dilanjutkan oleh para
sahabatnya secara perlahan. Para sahabat memulai nya dengan mengingat kembali
seluruh Sunnah yang pernah diperoleh selama Rasulullah masih ada. Kemudian para
sahabat menghimpun ayat-ayat Al-Quran yang masih tercecer di daun-daun kurma
dan di kepala para sahabat. Hsl tersebut bukan suatu pekerjaan yang sederhana.
Tetapi hal itu dapat dilalui hingga misi kerasulan itu menyebar ke seluruh
penjuru dunia. Semuanya berlangsung dalam alur cita-cita dan keinginan kuat
yang dilakukan para sahabat Rasulullah saw.
Kini terdapat ribuat pengahafal
Al-Quran yang berasal dari bangsa-bangsa di luar penggunaan bahasa Al-Quran
(bahasa Arab) dan bukan pula orang-orang yang setiap harinya akrab dengan
bahasa Arab. Namun mereka dapat menghafal dengan sempurna 30 juz Al-Quran.
Mereka memulai dari 1 ayat. Kemudian dengan keinginan yang kuat yang berasal
dari dalam dirinya, ayat demi ayat dilalui secara perlahan, hingga 6.000 lebih
ayat Al-Quran dapat mereka hafalkan secara sempurna.
Tidak ada satu kitab suci pun selain
Al-Quran yang berhasil dihafalkan oleh para penganutnya. Tetapi, diantara
ratusan juta pembaca Al-Quran, banyak yang bisa menghafalnya. Dan hal itu dapat
diperoleh dengan keinginan yang kuat dan dibarengi usaha yang amat
sungguh-sungguh. Ibarat pepatah Sunda, Cikaracak ninggang batu laun-laun
jadi legok, perlahan tapi pasti, ayat Al-Quran dapat dihafalkan.
Bahkan seorang yang tak bisa melihat
pun dapat menghafalkan Al-Quran. Mereka dapat menghafal Al-Quran melalui pendengaran,
orang yang membacakannya. Begitu sulit dibayangkan bagaimana proses itu dapat
mereka lalui. Yang pasti, mereka melaluinya dengan cita-cita, keinginan dan
keyakinan serta kerja keras yang merka lakukan.
Apabila pepatah Sunda tersebut kita
telaah, mengapa tetesan air dapat menembus batu yang begitu keras, ada beberapa
kata kunci yang perlu direnungkan. Pertama, ia fokus pada satu titik yang
dituju. Ia tidak melakukan banyak hal pada saat yang hampir bersamaan. Dan
apabila tetesan air tersebut digambarkan sebagai sosok yang tengah melakukan
suatu pekerjaan, air itu melakukannya dengan kerja keras, konsisten dan penuh
kesabaran. Dan akhirnya air itu dapat menaklukkan kerasnya batu.
Selain itu, tersirat cita-cita dan
keinginan kuat untuk memperoleh sesuatu sesuai tujuan. Keinginan tersebut masuk
dalam diri dan berubah kedalam bentuk kerja keras dan sikap yang konsisten.
Dalam islam, kekuatan-kekuatan tersebut dapat disebut sebagai jihad, yaitu
konsistensi tindakan dalam melakukan suatu usaha melalui kerja keras tanpa
melihat untung-rugi yang akan di dapat terlebih dahulu. Pertimbangannya menjadi
sangat sederhana, yaitu mengerjakan sesuatu dengan penuh cinta. Hasilnya adalah
kepuasan batin karena telah menunaikan salah satu kewajiban manusia untuk tak
pernah lelah berikhitiar.
Ini adalah salah satu ukuran tujuan
hidup manusia yang diisyaratkan dalam Al-Quran. Dan Al-Quran dengan tegas
menyatakan tugas utama manusia adalah untuk beribadah, yaitu pengabdian untuk
senantiasa berkarya nyata sesuai kemampuan yang telah dianugerahkan kepada
kita. Dalam konteks ini, ibadah dapat diartikan sebagai kesungguhan dalam
melakukan suatu amal untuk memperoleh hasil yang maksimal. Oleh karena itu,
ajaran dalam Islam tidak membatasi ibadah hanya pada aspek-aspek ritual mahdah,
tapi juga amal-amal ghair mahdah yang perwujudannya dapat sangat
bervariasi.
Jadi, jihad sesungguhnya merpakan
pilihan-pilihan amal yang dilakukan dengan sepenuh hati dan istiqamah. Kuncinya
adalah kesungguhan dalam mengelola cita-cita.
Sumber: Beramallah,
sekecil apa pun, Asep Saeful Muhtadi